Jilbab, Jilboobs, Salah Siapa?

Akhir – akhir ini kata ‘jilboobs’ jadi trending di sosial media, seperti Twitter, FB.

Apakah itu ‘jilboobs’? Jilboobs itu merupakan gabungan dari ‘Jilbab’ dan ‘Boobs’, kata slang untuk payudara. Jilboobs ini merujuk pada perempuan – perempuan yang memakai jilbab dengan pakaian ketat.

Jujur lho, risih rasanya dengar dan membaca kata ‘jilboobs’ itu. Nggriseni, bahasa Prancisnya.
Saya jadi mikir, siapa sih yang pertama menciptakan dan memakai istilah itu? 

Lebih nggriseni lagi, kata ‘jilboobs’ ini kemudian digunakan untuk menghakimi perempuan – perempuan berjilbab dan berpakaian ketat di dunia maya. Jadi, foto – foto mereka, para perempuan itu, diambil tanpa izin si pemilik foto, lalu diunggah ke entah grup atau apalah untuk menunjukkan, betapa salahnya perempuan tadi dalam berpakaian….. dan di bawahnya, astaga, orang – orang berkomentar dengan jahatnya soal perempuan itu. Ada yang berkomentar dengan maksud baik, mengingatkan. Namun ada juga yang berkomentar menggunakan kata – kata tidak pantas yang cenderung melecehkan perempuan dalam foto tersebut. Memang, pada bagian wajah di-blur, namun mau di-blur atau tidak, yang namanya ambil foto tanpa ijin lalu dipajang di ranah publik, bagi saya hal tersebut sudah termasuk kejahatan.

Saya kepikiran, bukannya memang sudah dari dulu ya, di sini banyak perempuan yang berpakaian begitu? Kenapa sampai dibuatkan istilah 'jilboobs'?

Kalau maksudnya mau menegur, kenapa sampai menggunakan cara yang malah mengarah ke cyber bullying? Kesannya malah seperti menghakimi kan?

Mirisnya, dari sekian banyak yang berkomentar soal ‘jilboob’ ini, di antaranya ada beberapa perempuan. Bayangkan, sesama perempuan. Rata – rata berkomentar seperti ini
“oh ya pantas dong, mereka dibegitukan, kan berpakaiannya aja begitu, kalau nggak mau dikomentari yang melecehkan begitu, harusnya sadar diri dong, jangan pakai baju ketat…” dan sebagainya yang intinya sama.

Rasanya saya pengen banget ngomel 
“WOYYYY… KAMUUUU KAGAK PUNYA EMPATI APA SAMA SESAMA  PEREMPUAN? SAMA SAUDARI SAUDARI MUSLIM??"

Ada yang membela dengan berkata “seharusnya laki – laki juga menundukkan pandangan, perempuannya kan sudah mau menutup aurat..” meski kemudian tetap ada bantahan “ah, tetap salah si perempuannya, laki – laki mana mau menundukkan pandangan kalau perempuan berpakaiannya masih ‘mengundang’ begitu”

Baiklah… membicarakan masalah siapa yang ‘mengundang’, siapa yang tidak menundukkan pandangan nantinya bakal nggak selesai – selesai, ibaratnya kayak memperdebatkan ‘lebih dulu mana, ayam atau telur’. Ra uwis – uwis.  

Kalau dipikir, ada yang salah dengan pola pikir sebagian besar masyarakat. Seperti yang saya tulis sebelumnya, banyak yang berkomentar “salah siapa, kalau nggak mau dilecehkan, direndahkan, jangan berpakaian seperti itu..” 
Ini sama dengan logika “kalau nggak mau diperkosa jangan pakai pakaian terbuka, kalau diperkosa, salahmu!”

Menghakimi perempuan dengan tuduhan dia ‘merendahkan diri sendiri karena cara berpakaiannya’, sama saja dengan menyalahkan si korban pemerkosaan atas apa yang terjadi terhadap dirinya. Hal ini tampaknya masih dianggap wajar dalam masyarakat… Oke, saya jadi teringat akan kasus penyair SS yang terancam ditutup. Lalu kasus pemerkosaan di Bus Trans Jakarta, yang mana para pelaku malah diberi vonis hukuman yang terhitung ringan, dengan hakim, perangkat hukum yang sama sekali tidak berpihak pada korban. Masih banyak lagi kasus serupa yang ditanggapi dengan lunak oleh aparat yang berwajib, bahkan cenderung diselesaikan dengan jalan kekeluargaan, tidak dianggap sebagai masalah serius. Ini karena masyarakat masih lunak akan kasus pemerkosaan, masih sedikit empati, rasa keberpihakan pada korban. Korban cenderung dianggap ‘mendatangkan masalah pada diri sendiri’. Belum lagi alasan klise yang digunakan pelaku 'suka sama suka. 

Kembali pada persoalan ‘jilboobs’ ini. Melabeli perempuan dengan istilah yang buruk, menyebarkan foto dengan tujuan ‘memperbaiki moral’. Sebagian orang masih menganggap ini wajar, tanpa ada rasa berempati pada para perempuan itu. Bisa saja kan, hal tersebut malah membuat si perempuan menjadi antipati, merasa tidak ada gunanya lagi ia belajar berjilbab, menjalankan perintah agamanya. Apakah kamu yang menghujat, mencaci perempuan - perempuan ini pernah berpikir kalau bisa jadi suatu saat si perempuan melepas jilbabnya karena perbuatan kalian itu? Kepikiran sampai ke situ tidak?

Jika kamu tidak suka dengan cara berpakaian mereka, kamu bisa pakai cara halus buat menegurnya. Kalau menegur percuma.. Ya sudah doakan saja, siapa tahu mereka memang sedang dalam proses menuju ke jilbab yang Syari’, bukankah katanya berjilbab itu ada tahapannya? Kalau pun tidak, setidaknya hargailah, mereka sudah berusaha buat belajar berjilbab, menutup auratnya. Menghakimi mereka tidak akan membuatmu lebih baik dari mereka. 


tulisan - tulisan bagus soal Jilboobs yang harus dibaca, mencerahkan isinya 
1. 'Menyoal Jilboobs', oleh Arman Dhani, dimuat di Islami.co
http://islami.co/syndicate-blog/387/18/menyoal-jilboobs-.html
2.'Jilboobs, Bukan Cuma Salah Wanita : Sebuah Refleksi", oleh Nendra Rengganis, dimuat di hipwee.com
http://www.hipwee.com/opini/jilboobs-bukan-cuma-salah-wanita-sebuah-refleksi/

Lagi, yang ini bukan soal Jilboobs, tapi komik ini juga nggak kalah keren..
http://adi-fitri.tumblr.com/post/89024138434/just-because-we-wear-the-hijab-and-cover-up-does

Silahkan dibaca ya :)

Komentar

  1. memang sih lebih riskan membahas hal-hal yang sudah fenomenal tapi bertentangan di masyarakat / kontroversial. Disisi lain kita punya kewajiban sebagai muslim untuk saling menasehati dalam kebaikan. Masyarakat kita kalau memandang hal2 seperti itu lalu ada pendukungnya malah tambah jadi. Sbgaimana emansipasi, malah ada yang berlebihan bicara soal itu
    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih komentarnya mbak aritunsa :)

      sepakat mbak, soal menasehati dalam kebaikan.
      memang kok, itu harus, tapi caranya juga lebih baik ya
      kalau misalnya dengan cara yg saya sebutin di tulisan saya itu rasanya kurang pantes aja, hehehe..
      mungkin bisa nanti, kita tegur dengan halus, temen2 yang masih pakai baju ketat, mungkin pelan pelan dulu :)

      trims mbak.

      Hapus

Posting Komentar