Renungan Malam: Tentang Kompetisi


Sebenarnya saya ini bukan tipe orang yang merinan, suka iri. Kayak ada teman rengking satu atau masuk 5 besar, saya rengking 11 pun tak apa-apa yawes. Ada teman juara lomba apa gitu, saya biasa aja. Teman mengejar IP gendut, saya sih ya udah yang penting bisa lulus matkul dengan nilai bukan C dan nggak harus mengulang lagi tahun depan. Pokoknya saya bukan orang yang kompetitif. Prinsip saya asal nggak di belakang banget okelah, di belakang banget pun juga nggak masalah. Ibaratnya kalau saya ikut Produce 101 season 2, semua peserta pada berlomba supaya masuk Wanna One, saya dapat posisi Jonghyun Nuest atau Jung Sewoon aja bersyukur.

Tapi...... akhir-akhir ini saya menyadari.......... saya kok semakin merinan ya. Rasa-rasanya tiap lihat teman saya sakseis ada rasa iri, rasa gak mau kalah. Misalnya iri melihat teman-teman saya sukses berdagang, saya jualan buku aja boro-boro ada yang minat. 

Ada perasaan dongkol melihat teman-teman yang seusia, dulu pergi sekolah, kuliah bersama sudah sukses sedangkan saya masih gini-gini aja seperti tukang serok air di iklan call center paranormal. Lebih tepatnya perasaan takut dibalap. Takut ketinggalan.

Katanya perasaan iri itu adalah motivasi, ya saya menjadikannya motivasi dan pemicu... berusaha menjadikannya pemicu lebih tepatnya. Namun kalau motivasi cuma karena iri dan takut dibalap atau takut ketinggalan itu ternyata tidak sehat saudara-saudara...... yang ada capek hati.

Hal ini membuat saya kepikiran......

Apakah seiring bertambahnya umur dan memasuki usia dewasa itu, manusia harus menyadari kalau hidup itu memang arena kompetisi? Saling balap-membalap. Saling berlomba, membalap satu sama lain jadi nomer satu, kalau gak mau dikalahkan atau tertinggal ya minimal harus jadi setara lah. Siapa yang lambat dan terlalu selaw maka ia akan dibalap dan tertinggal di belakang selayaknya peserta Produce 101 yang tereliminasi, gagal masuk line-up Wanna One tadi.

Apakah perasaan suka iri dan takut dibalap saya tadi itu karena saya mulai menyadari kalau saya mau nggak mau harus mulai memasuki arena kompetisi?

Atau..... perasaan iri dan takut ketinggalan tadi bisa jadi adalah karena saya takut ditinggalkan, ditinggalkan oleh teman-teman saya yang sudah kibas-kibas uang banyak ala Bu Dendy sambil melambaikan tangan ke saya.... “Bye, sobat mizkinqu”

Komentar