Sesungguhnya
saya tidak terlalu menganggap penting perayaan ulang tahun. Saya dibesarkan
oleh sebuah keluarga yang tidak pernah menganggap penting perayaaan ulang
tahun, orangtua saya tidak pernah merayakan hari jadi pernikahan mereka,
jangankan merayakan, ingat saja tidak.
Perayaan
ulang tahun saya tiap tahun selalu sama, di depan laptop, komputer, membalas
satu persatu ucapan selamat ulang tahun
untuk saya yang datang melalui media sosial. Mungkin bukan perayaan ulang tahun,
lebih tepatnya merayakan orang lain mengingat ulang tahun saya. Namun tahun ini
berbeda, tidak ada perayaan dengan membalas satu persatu ucapan di media
sosial. Kemarin, pada hari lahir saya, 4 Januari, saya tidak memasang tanggal
ulang tahun saya di Facebook. Alhasil, halaman Facebook saya
tidak lagi dibuat riuh oleh ucapan selamat seperti tahun tahun sebelumnya, memang ada
beberapa teman yang mengingat ulang tahun saya dan mengucapkannya melalui media
sosial dimana saya selalu berkicau dengan cerewetnya, Twitter. Walau ada hal
yang mengganjal bagi saya : kawan – kawan dekat saya tidak mengingat ulang tahun
saya dan tidak mengucapkan sama sekali, karena saya tidak memajangnya di
Facebook. Ada kekecewaan, betapa mereka hanya mengingat ulang tahun
saya jika diingatkan oleh Facebook. Yah… mungkin mereka memang memiliki banyak
hal yang lebih penting untuk dilakukan dan diingat, lebih penting dari sekedar
mengingat ulang tahun saya. Alangkah tidak dewasanya, bila saya marah, merengek pada mereka
hanya karena lupa hari ulang tahun saya.
Setiap
orang punya caranya sendiri sendiri dalam merayakan dan memaknai hari ulang
tahun. Bagi saya, ulang tahun adalah hari dimana kita mengingat angka usia kita
bertambah. Ketika bertambah umur, kita juga selalu berharap hidup dan nasib
baik akan selalu berpihak pada kita. Kita mengharap seorang kawan, siapapun
yang kita kenal memberikan ucapan, lengkap dengan doa yang di dalamnya
menyiratkan agar hidup kita sejahtera sepanjang tahun. Mungkin saya, kita,
pernah melakukan hal ini, mengucapkan dan mengharapkan ucapan yang mengharapkan nasib baik berpihak sepanjang tahun.
Padahal,
hidup dan nasib baik tidak selalu bersikap manis pada kita. Sejatinya hidup itu memberi
pelajaran dan dalam pelajaran itu tidak hanya ada hal-hal manis dan nyaman yang
ditawarkan.
Celaka,
jika kita berharap hidup selalu memberikan kenyamanan pada
kita. Coba bayangkan apa yang terjadi jika kehidupan beserta orang – orang yang
berada di dalamnya selalu bersikap manis pada kita, yang kita dapatkan hanya
kenyamanan yang datar, begitu saja
terus. Kemudian kita lupa ada hal – hal yang lebih menarik untuk dijalankan di
luar kenyamanan itu tadi.
Ketika manusia sudah menjalani semuanya, dari yang manis hingga pahit, saat itulah ia bisa bersyukur, karena di samping hal pahit yang ia dapat, ia masih bisa merasakan hal yang manis. Saat itu juga manusia masih bisa mengkoreksi diri, mencari penyebab segala kepahitan yang ia alami, lalu berusaha memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik, bukan untuk menjadi sempurna.
Ketika manusia sudah menjalani semuanya, dari yang manis hingga pahit, saat itulah ia bisa bersyukur, karena di samping hal pahit yang ia dapat, ia masih bisa merasakan hal yang manis. Saat itu juga manusia masih bisa mengkoreksi diri, mencari penyebab segala kepahitan yang ia alami, lalu berusaha memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik, bukan untuk menjadi sempurna.
Ketika
hanya hal manis yang ia rasakan, yang terjadi adalah manusia itu merasa dirinya
hebat, nasib baik selalu berpihak pada dia. Ia menjadi sombong, ia lupa untuk
mengkoreksi dan memperbaiki diri.
Pada
usia 22, hidup memberi saya banyak pelajaran, banyak hal – hal pahit yang
diberikan, namun saya juga harus bersyukur, dibalik hal – hal pahit itu ada
banyak hal – hal manis yang menyenangkan, kedua hal itu harus disyukuri. Saya
telah bertemu dengan banyak orang, orang – orang yang memberikan saya pelajaran
dengan cara masing – masing, secara langsung atau tidak langsung. Hidup saya di
usia 22 tidak selalu mulus, namun saya juga banyak menemukan hal hal yang
menarik. Tentu saja, selain hal hal yang disyukuri, ada hal hal dalam hidup
yang belum sempat untuk diperbaiki di usia 22.
Mungkin seluruh tulisan ini terasa retoris, seperti ucapan para motivator di TV.
Yap.
Selamat datang usia 23.
Komentar
Posting Komentar